Senin, 01 September 2008

Merdeka diatas intervensi

Tepat tanggal 17 Agustus 1945 merupakan sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia memperoleh kebebasan dan diakuinya sebagai bangsa yang merdeka, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk memperoleh kemerdekaan. Begitu banyak darah yang mengucur membanjiri tanah air ini, begitu banyak nyawa yang melayang demi mempertahankan tanah air, begitu banyak anak kehilangan orang tuanya, begitu banyak harta yang ludes terbakar dan dijarah demi mempertahankan tanah air. Jiwa patriotisme membakar dihati setiap anak bangsa, tidak tua namun anak muda ambil bagian, semangat nasionalisme benar2 menjadi harga mati dalam kondisi penjajahan.
Perjalanan bangsa Indonesia mengalami banyak benturan dan intervensi2 negara-negara yang kuat, sejarah yang ditorehkan menjadi pelajaran bagi anak bangsa untuk mengambil pelajaran yang sangat berharga. Masih tergambar disaat pemerintahan dibawah rezim orde baru dengan presiden Soeharto semua hak warga terkekang dengan diterapkannya system militerisme. Warga hanya bisa ikut dan diam tanpa bisa melawan dan berontak, hanya hati yang tidak menerima namun semua terus berjalan mengikuti apa yang menjadi hak penguasa untuk menerapkan dan menekan semua keinginan masyarakat.
Saat rezim orde baru sistem multipartai sudah berlaku, negara ini dibawah kepentingan-kepentingan penguasa, parpol dan wakil rakyat yang memegang peranan penting dalam perjalanan bangsa, parpol besar menjadi figure keuntungan bagi fungsionaris, kader dalam mengejar kekuasaan demi meraih keuntungan. 32th presiden Soeharto menjabat dibawah rezim yang berkuasa menutup semua celah kekosongan dan kehampaan, yang ada hanya kebisuan yang selalu ada, masyarakat tidak diberi kesempatan untuk angkat berbicara, tidak diberi kesempatan untuk protes. Masyarakat dibawah ketakutan yang luar biasa, para mubaligh dilarang berkutbah yang menyinggung pemerintah (kasus Tanjung Periok), sehingga apa yang tertera dalam pasal 28”kemerdekaan berserikat mengeluarkan pikiran dan pendapat secara lisan dan tulisan diatur dalam UUD 1945” hanyalah slogan kepalsuan yang tertulis diatas lembaran-lembaran kebisuan.
Tahun 1998 merupakan hari sejarah bangsa Indonesia, tepatnya bulan mei terjadi reformasi besar2an dengan tokohnya Prof. DR. Amien Rais yang dikenal sebagai tokoh Reformasi memimpin jalannya reformasi, semua elemen2 Mahasiswa besatu padu mulai dari organisasi2 islam maupun nasionalis bersatu menyuarakan perubahan dan pembaharuan dalam berbagai aspek terhadap bangsa Indonesia, reformasi merupakan harga mati dalam menyongsong perubahan bagi bangsa ini. Semua Universitas2 yang ada di INdonesia mengambil bagian dalam unjuk rasa tersebut, bagi yang tidak ikut dikirim telur busuk, inilah menandakan bahwa kebersamaan dan merapatkan barisan dalam reformasi adalah kewajiban. Tokoh2 muda bermunculan memimpin barisan unjuk rasa, organisasi2 bersatu padu merapatkan barisan. Hasilnya tepat tanggak 21 Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dari kursi kekuasaannya dan otomatis digantikan wakilnya BJ. Habibie sebagai plt. Semua elemen mahasiswa bersyukur dan sujud mendengar pengunduran diri Soeharto sebagai presiden, semau berbahagia dan menangis saat mendengar pidato dari orang nomor satu tersebut.
Banyak catatan sejarah yang mengukir saat bangkitnya reformasi tersebut, tidak sedikit jiwa-jiwa melayang mempertahankan kemerdekaan yang selama ini terbelenggu tanpa bisa protes, banyak harta2 yang ludes terbakar dan dijarah masyarakat yang tidak bertanggung jawab, banyak tokoh2 yang hanya meninggalkan nama untuk sebuah reformasi. Namun sangat disayangkan sekali bangsa ini mengalami stagnasi yang luar biasa, bangsa ini jatuh pada lubang yang sama, reformasi hanya tinggal nama, kebebasan yang didengungkan menjadi kebablasan sehingga porno aksi dan pornografi menjadi tontonan setiap saat bagi anak bangsa, narkoba merajalela, kriminalitas semakin tak terkontrol untuk sebuah hasil reformasi yang tidak terkendali.
Menyoroti langkah kebijakan orang nomor satu membuat hati miris, banyak kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat sebagai contoh saat akan dibukanya hubungan diplomatic dengan Israel dan dilakukannya pemutihan terhadap PKI tentu kebijakan yang sangat kontraversial, kenaikan BBM dalam beberapa tahun selalu melonjak semakin menambah daftar orang miskin, penggusuran para pedagang kaki lima, penggusuran rumah2 yang dimenangkan oleh pihak berduit, dan adanya pengekangan hak untuk berkreativitas anak bangsa.
Bangsa ini mengalami degradasi moralitas, krisis social, krisis kepercayaan, kredibilitas yang menimbulkan keraguan, krisis kepemimpinan, krisis energi yang berkepanjangan, krisis pemikiran dan deretan2 krisis lainnya yang semakinmewabah. Ini cerminan kemunduran dan kebijakan yang salah diambil oleh pemimpin bangsa ini. Efeknya adalah masyarakat yang selalu menjadi pelengkap penderita. Mungkinkah bangsa ini sudah ditakdirkan untuk mengalami penderitaan yang abadi atau lengkah yang salah menjadi pemicu penderiataan ini. Ada baiknya setiap tokoh, pemimpin untuk mengikuti langkah yang diambil oleh pemimpin bangsa2 kecil seperti Kuba, Yugoslavia, Venezeula dan Iran yang mereka semua adalah bangsa yang berani dan memilki pemimpin yang tegas terhadap intervensi2 asing pada negaranya, dan tentunya mereka adalah pemimpin yang pro rakyat karena setiap kebijakan selalu berpihak pada rakyat pemimpin tersebut adalah Hugo Caves, Morales, Fidel Castro dan Mahmoud Akhmaddinejab (judul buku Inilah Presiden Radikal by. Eko Prasetyo).
Kini sudah 63th Indonesia Merdeka (17 Agustus 1982-17 Agustus 2008) sudah sewajarnya merefleksi dan intropeksi akan perjalanan bangsa ini dalam memaknai arti sebuah kemerdekaan ataupun kebebasan, apakan kemerdekaan benar2 sudah dirasakan bagi hak setiap warga Negara, apakah hak2 warga benar2 sudah bebas dari intervensi pemerintah, ataukah bangsa ini telah bebas dari intervensi2 asing? Ini menjadi sorotan yang harus dipikirkan oleh pemerintah yang berkuasa. Deretan2 kemiskinan menjadi titik poin yang urgensi untuk dikaji oleh pemerintah akan program2 yang digencarkan apakah benar2 berpihak pada masyarakat atau tidak.
63th merupakan proses perjalanan yang cukup panjang bangsa ini dalam memaknai kemerdekaan, kemerdekaan dalam arti sebenarnya, kemerdekaan yang harus dimaknai lebih spesifik bukan kemerdekaan yang hanya dirayakan untuk 1th sekali dengan hiasan2 merah putih, lagu kebangsaan yang bergema, kibaran2 bendera disetiap sudut perkotaan ataupun rumah, dan acara2 formalitas yang lebih menitik beratkan pada hal yang mubajir namun tidak meresap dalam hati setiap anak bangsa ini apalagi pemerintah itu sendiri. Upacara yang menjadi titik sentral dalam ceremony kenegaraan haruslah menjadi semangat bangsa ini untuk bangkit dari keterpurukan2, krisis2, dari kemalasan, dan dari intervensi dan ketergantungan dengan bangsa lain. Hendaklah ceremony yang dilakukan dapat meresap akan arti kemerdekaan itu sendiri, renungan yang panjang harus dilakukan agar bangsa ini tidak jatuh untuk kesekian kali nya pada keterpurukan dan penderitaan yang terus menerus. Ingatlah bagaimana sang heroic memperoleh kemerdekaan ini dengan darah dan jiwa raga mereka. Jika kemerdekaan hanya dimaknai dengan hura-hura dan kesenangan belaka tidak akan menjadi efek yang membekas dihati warga Negara Indonesia.
Tidak salah jika kemerdekaan diselingi dengan kegiatan2 panjat pinang, makan kerupuk, lomba lari pakai karung dan kegiatan2 yang lainnya, namun janganlah lupa jika kita memiliki para penerus bangsa ini yang akan memegang segala peranan untuk kedepannya, alangkah baiknya jika kemerdekaan dilakukan dengan mengingat kembali pristiwa G 30 SPKI dengan membuka kembali lembaran sejarah bangsa ini, cerita para pahlawan tanah air dengan memberikan pesan moral dan tontonan yang edukatif terhadap generasi, melakukan perlombaan yang lebih mengarah kepada aspek yang edukatif seperti lomba baca puisi bertemakan pahlawan, lomba artikel sejarah, lomba pidato kebangsaan, lomba menari kedaerahan, lomba mewarnai gambar tokoh para pahlawan tanah air, lomba lagu kebangsaan, lomba cerdas cermat pahlawan dll. Sehingga ini lebih mengarah pada edukasi, mengasah pemikiran anak agar membuka kembali sejarah, dan tentunya anak menjadi lebih kreatif dan inovatif untuk membentuk kecerdasan anak dan pribadi anak menjadi seperti tokoh heroic tersebut. Kemasan yang dibuat tentu harus lebih bervariatif dan semenarik mungkin agar anak tidak bosan dan pastinya melatih generasi untuk berpikir dan mengandalkan otak dari pada hanya otot saja.
Namun tidak semua panitia memiliki dana untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut, jika ini yang terjadi tentunya pemerintah baik propinsi maupun kabupaten lebih pro aktif terhadap kegiatan yang lebih mengedepankan keceradasan dan pemikiran. Kinilah saatnya kita bebas dari segala kebelengguan yang mengekang dan melilit leher agar semua mampu berperan untuk kebaikan bangsa ini dan memberikan sumbangsih pemikiran dan ide brilian dari setiap warga sehingga loyalitas yang diberikan tidak salah penafsiran. Mudahan saja untuk 63th, bangsa ini menjadi titik awal perubahan yang sebenarnya menuju kemakmuran dan perbaikan dari segala aspek. Jangan adalagi kata2 mundur dan penggusuran terhadap masyarakat…merdeka…merdeka..Allahhuakbar.

Tidak ada komentar: